I.
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Perkembangan
Islam yang ada di Indonesia tidak terlepas dari pengaruh perkembangan Islam di
belahan bumi lain. Membaca Islam yang di Indonesia rasanya cukup penting.
Sebab, dari hasil pembacaan itu kita sebagai umat Islam dapat mengetahui akan
bagaimana perkembangan Islam di indonesia setelah Islam mengalami beberapa fase
perubahan dari waktu ke waktu.
Kajian Islam
di dunia kontemporer pada umumnya berkonsentrasi pada subjek materi tentang
tipe-tipe gerakan modernisasi yang beragam atau disebut-sebut sebagai
fundamentalisme, pada saat yang sama kaum muslimin terus menjalani hidup di
dunia tradisi meskipun adanya beberapa serangan terhadap pandangan tradisional
di era modern. Untuk memahami Islam dewasa ini, pada langkah pertama sebelum
yang lainnya adalah penting untuk memiliki kesadaran akan sejarah agama-agama
lain yang tidak mengikuti satu alur yang sama.
Pembahuruan
dalam islam atau gerakan modern islam merupakan jawaban yang ditujukan terhadap
krisis yang dihadapi umat islam pada masanya.
Dengan
kemunduran islam pada zaman modern inilah menggugah penulis untuk menyingkap
bagaimana sebenarnya perkembangan islam di Indonesia pada masa modern.
B.
RUMUSAN
MASALAH
Bertitik
tolak dari latar belakang diatas maka dapat dirumuskan sebagai berikut:
1.
Bagaimanakah Gerakan Modernisasi Islam, Asal Usul, dan Perkembangannya?
2.
Bagaimanakah
Kemerdekaan Umat Islam?
3.
Bagaimanakah
Organisasi Politik dan Organisasi Sosial Islam dalam Suasana Indonesia Merdeka?
II.
PEMBAHASAN
PERADABAN
ISLAM DI INDONESIA PADA MASA MODERN
(KONTEMPORER)
A.
GERAKAN MODERNISASI ISLAM, ASAL USUL
DAN PERKEMBANGAN
Pembaharuan dalam Islam atau gerakan modern dalam Islam
merupakan jawaban yang ditujukan terhadap krisis yang dihadapi umat Islam pada
masanya. Kemunduran progresif Kerajaan Utsmani yang merupakan pemangku khilafah
Islam, setelah abad ketujuh belas, telah melahirkan kebangkitan Islam di
kalangan warga Arab di pinggiran imperium itu. Yang terpenting di antaranya
adalah gerakan Wahabi, sebuah gerakan reformis puritanis (Salafiah). Gerakan
ini merupakan sarana yang menyiapkan jembatan kea rah pembaruan Islam ke-20
yang lebih bersifat intelektual.[1]
Katalisator terkenal gerakan pembaruan in adalah Jamaluddin
Al-Afgani (1897). Ia mengajarkan solidaritas Pan Islam dan pertahanan terhadap
imperialisme Eropa, dengan kembali kepada Islam dalam suasana yang secara
ilmiah dimodernisasi.[2]
Pembaharuan dalam islam atau gerakan modern islam merupakan
jawaban yang ditujukan terhadap krisis yang dihadapi umat islam pada masanya.[3] Gerakan modern disebut pula oleh
Harun Nasution sebagai zaman kebangkitan islam.[4]
Kemunduran progresif kerajaan usmani yang merupakan pemangku
khilafah islam, setelah abad ketujuh belas, telah melahirkan kebangkitan islam
dikalangan warga arab di pinggiran imperium itu. Yang terpenting di antaranya
adalah gerakan wahabi, sebuah gerakan reformis puritanis( salafiyyah). Gerakan
ini merupakan sasaran yang menyiapkan jembatan ke arah pembaharuan islam abad
ke-20 yang lebih bersifat intelektual.
Gerakan pembaharuan
ini adalah Jamaludin Al-Afghani(1897). Ia mengajarkan solidaritas pan-islam dan
pertahanan terhadap imperialisme Eropa, dengan kembali kepada islam dalam
suasana yang secara ilmiah dimodernisasi.
Gerakan yang lahir di Timur Tengah itu telah memberikan
pengaruh besar kepada kebangkitan islam di Indonesia.
Bermula dari pembaharuan pemikiran pemikiran dan pendidikan
islam di Minangkabau, yang disusul oleh pembaharuan pendidikan yang dilakukan
oleh masyarakat Arab di Indonesia, kebangkitan islam semakin berkembang
membentuk organisasi-organisasi sosial keagamaan, seperti Sarekat Dagang Islam(SDI)di
Bogor(1909)dan Solo(1911), Persyarikatan Ulama di Majalengka, Jawa Barat(1911),
Muhammadiyah di Yogyakarta (1912), Persatuan Islam(Persis)di Bandung(1920-an),
Nahdatul Ulama(NU)di Surabaya(1926), dan Persatuan Tarbiyah Islamiah(Perti)di
Candung, Bukittinggi(1930), dan Partai-partai Politik, seperti Sarekat
Islam(SI)yang merupakan kelanjutan dari SDI, Persatuan Muslimin
Indonesia(Permi)di Padang Panjang(1932)yang merupakan kelanjutan, dan perluasan
dari organisasi pendidikan Thawalib, dan Partai Islam Indonesia(PII)pada tahun
1938.
Organisasi-organisasi sosial keagamaan Islam dan
organisasi-organisasi yang didirikan kaum terpelajar, menandakan tumbuhnya
benih-benih nasionalisme dalam pengertian modern.
B.
PERJUANGAN KEMERDEKAAN UMAT ISLAM
Nasionalisme dalam pengertian politik, baru muncul setelah
H. Samanhudi menyerahkan tampuk pimpinan SDI pada bulai Mei 1912 kepada HOS
Tjokroaminoto yang mengubah nama dan sifat organisasi serta memperluas ruang
geraknya. Sebagai organisasi politik pelapor nasionalisme Indonesia,SI pada
dekade pertama adalah organisasi politik besar yang mengrekrut anggotanya dari
berbagai kelas dan aliran yang ada di Indonesia. Waktu itu ideologi bangsa
memang belum beragam, semua bertekad ingin mencapai kemerdekaan.[5]
Dengan demikian, terdapat tiga kekuatan politik yang
mencerminkan tiga aliran ideologi “Islam”, komunisme dan nasionalis”sekuler”.
Perpecahan antara ketiga golongan
tersebut, menurut Dealiar Noer, disebabkan oleh pendidikan yang mereka
terima bersifat Barat. Pendidikan belanda memang diusahakan agar menimbulkan
emansipasi dari agama di kalangan pelajar, sebab agamalah yang terutama
menimbulkan pergolakan politik di kalangan rakyat Indonesia. Golongan sekular
yang ditimbulkan oleh pendidikan itu kemudian terpecah menjadi dua, komunis dan
nasionalis “sekular”.
- Masa kolonial Belanda
Pada
dasarnya gerakan Islam bertujuan kepada tegaknya agama Islam di muka bumi agar
kedamaian dan kesejahteraan bagi umat Islam terwujud. Banyak ideologi atau
paham yamng melandasi gerakan ini. Ada yang bersifat fillah dan sabilillah.
Fillah adalah gerakan Islam yang berangkat dengan dakwah yang didasari oleh
ilmu. Sedangkan sabilillah adalah gerakan dengan sifat kearah peperangan. Semua
gerakan ini bertujuan sama akan tetapi gerakan ini harus melihat kapan waktu
yang tepat untuk menggunakan cara fillah dan fisabilillah.
Yang
terpenting dalam sebuah gerakan Islam adalah gerakan yang di dalamnya semua
Muslim bersatu hati dan pikirannya yang dilandasi dengan sikap wala wal bara.
Karena sebuah gerakan Islam tanpa barisan yang kuat akan mudah dihancurkan
dengan gerakan musuh Islam yang memiliki barisan yang rapi. Oleh karena itu
mari perlu adanya menyatukan pola pikir yang islami dan langkah dakwah Islam
yang sesuai dengan metode Rasulullah SAW.
Hadirnya
Islam merupakan bukti autentik sebuah revolusi yang selama berabad-abad telah
berperan sangat signifikan dalam panggung sejarah umat manusia. Tidak diragukan
lagi, Islam telah menjadi penanda perubahan, bukan hanya dalam bidang teologi,
tetapi juga di bidang sosial dan ekonomi. Sistem teologi Islam –dari sisi
normatifnya – telah membentuk sikap mental muslim yang senantiasa concern
terhadap persoalan-persoalan kemanusiaan dan keadilan, dan inilah modal utama
dalam membangun peradaban yang unggul dan utama.
Awal abad
20 masehi, penjajah Belanda mulai melakukan politik etik atau politik balas
budi yang sebenarnya adalah hanya membuat lapisan masyarakat yang dapat
membantu mereka dalam pemerintahannya di Indonesia. Politik balas budi memberikan
pendidikan dan pekerjaan kepada bangsa Indonesia khususnya umat Islam tetapi
sebenarnya tujuannya untuk mensosialkan ilmu-ilmu barat yang jauh dari Al
Qur’an dan hadist dan akan dijadikannya boneka-boneka penjajah. Selain itu juga
mempersiapkan untuk lapisan birokrasi yang tidak mungkin pegang oleh lagi oleh
orang-orang Belanda.Yang mendapat pendidikan pun tidak seluruh masyarakat
melainkan hanya golongan Priyayi (bangsawan), karena itu yang pemimpin-pemimpin
pergerakan adalah berasalkan dari golongan bangsawan.
Strategi
perlawanan terhadap penjajah pada masa ini lebih kepada bersifat organisasi
formal daripada dengan senjata. Berdirilah organisasi Serikat Islam merupakan
organisasi pergerakan nasional yang pertama di Indonesia pada tahun 1905 yang
mempunyai anggota dari kaum rakyat jelata sampai priyayi dan meliputi wilayah
yang luas. Tahun 1908 berdirilah Budi Utomo yang bersifat masih bersifat
kedaerahan yaitu Jawa, karena itu Serikat Islam dapat disebut organisasi
pergerakan Nasional pertama daripada Budi Utomo.
Awal abad
ke-20 ditandai lahirnya gerakan-gerakan Islam yang monumental. Gerakan Islam
tersebut telah mengukir tinta emas baik untuk kebangkitan Islam maupun
pergerakan perjuangan kemerdekaan di Indonesia, yang kemudian dikenal dengan organisasi
kemasyarakatan Islam.
Organisasi
kemasyarakatan Islam atau sering disebut Ormas Islam sungguh merupakan pilar
penting dan strategis di negeri tercinta ini. Lebih-lebih bagi Ormas Islam
tertua yang telah menyertai perjalanan sejarah bangsa ini. Sebutlah Sarekat
Islam, Muhammadiyah, Persatuan Islam, Nahdlatul Ulama, dan lain-lain yang telah
berdiri jauh sebelum Republik Indonesia lahir. Kiprah gerakan Islam tersebut
kendati berbeda orientasi dan aktivitasnya sangatlah nyata. dan secara
monumental telah menorehkan tinta emas dalam perjalanan umat dan bangsa
tercinta ini.
Seperti
apa sejarah kelahiran gerakan Islam pada masa penjajahan Belanda dan
eksistensinya hingga saat ini ? Artikel selanjutnya mengupas tentang sejarah
kelahiran gerakan-gerakan Islam diantaranya Muhammadiyah, Al-Irsyad, Persis dan
NU.
- Masa pendudukan Jepang
Kemunduran progersif yang dialami partai-partai Islam seakan
mendapatkan dayanya kembali setelah Jepang dating menggantikan posisi Belanda.
Jepang berusaha mengakomodasi dua kekuatan, Islam dan nasionalis “sekuler”,
ketimbang pimpinan tardisional (maksudnya raja dan bangsawan lama). Jepang
berpendapat, organisasi-organisasi Islamlah yang sebenarnya mempunya massa yang
patuh dan hanya dengan pendekatan agama, penduduk Indonesia ini dapat
dimobilisasi. Oleh karena itu kalau organisasi-organisasi non-keagamaan
dibubarkan, organisasi-organisasi besar Islam seperti Muhammadiyah, NU, dan
kemudian Persyariktan Ulama (Majalengka), juga Majelis Islam A’la Indonesia
(MIAI) yang kemudian di lanjutkan dengan Majelis Syuro Muslim Indonesia
(Masyumi) diperkenankan kembali meneruskan kegiatannya. Permohonan Masyumi juga
diterima pemerintah pendudukan Jepang untuk mendirikan barisan Hizbullah, se
buah wadah kemiliteran bagi para santri. Bahkan, Tentara Pembela Tanah Air
(PETA) juga didominasi oleh golongan santri.
Bagi golongan nasionalis dibentuk
lembaga-lembaga baru, seperti Gerakan Tiga A (Nippon Cahaya Asia, Nippon
Pelindung Asia, Nippon Pemimpin Asia) yang hanya berumur beberapa bulan sejak
Mei 1942 dan Poesat Tenaga Rakjat (Poetra) yang didirikan bulan Maret 1943.
Usaha pembangunan Poetra baru dimulai pada bulan April 1943. sebagai pemimpin
tertingginya adalah Soekarno yang di Bantu oleh Mohammad Hatta, Ki Hajar
Dewantara, dan K.H Mas Mansur. Mereka dikenal sebagai empat serangkai pemimpin
bangsa. Dari empat serangkai itu, tercermin bahwa tokoh nasionalis secular
lebih dominant dalam gerakan kebangsaan daripada golongan Islam.
Jepang kemudian menjajikan
kemerdekaan Indonesia dengan mengeluarkan maklumat Gunseikan no.23/29 April 1
945, tentang pembentukan Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan
Indonesia (BPUPKI). Berbeda dengan situasi sebelumnya, yang kalangan islam
mendapat pelayanan lebih besar dari Jepang, keanggotaan BPUPKI didominasi oleh
golongan nasionalis “secular”, yang ketika itu lazim disebut golongan
kebangsaan. Di dalam badan inilah, Soekarno mencetuskan ide Pancasilanya.
Meskipun, di dalam rumusan Pancasila itu terdapat prinsip ketuhanan, tetapi
Negara pasa dasarnya dipisahkan dari agama.[6]
C.
ORGANISASI POLITIK DAN ORGANISASI
SOSIAL ISLAM DALAM SUASANA INDONESIA MERDEKA
1.
Masa
Revolusi dan Demokrasi Liberal
Pada waktu proklamasi tanggal 17 Agustus 1945, piagam
jakarta sama sekali tidak digunakan. Soekarno Hatta justru membuat teks
proklamasi yang lebih singkat, karena ditulis secara tergesa-gesa. Perlu
diketahui, menjelang kemerdekaan, setelah jepang tidak dapat menghindari
kekalahan dari tentara sekutu, BUPKI ditingkatkan menjadi panitia persiapan
kemerdekaan Indonesia(PPKI). Berbada dengan BUPKI yang khusus untuk pulau jawa.
PPKI merupakan perwakilan daerah seluruh kepulauan Indonesia. Perubahanan itu
menyebabkan banyak anggota BUPKI yang tidak muncul lagi, termasuk beberapa
orang anggota panitia sembilan. Persentase Nasional Islam pun merosot tajam.
Oleh golongan nasionalis”sekuler”, keputusan itu dianggap
sebagai gentleman’s agrement kedua yang menghapuskan piagam Jakarta sebagai
gentleman’s agrement pertama. Sementara itu keputusan yang sama dipanang oleh
golongan nasionalis sebagai menghianati gentleman’s agremant itu sendiri. Para
nasionalisme Islam mengetahui bahwa, Indonesia merdeka yang mereka perjuangkan
dengan penuh pengorbanan itu, jangankan berdasarkan Islam, piagam Jakarta pun
tidak. Oleh sebab itu, bisa dibayangkan bagaimana kecewanya para nasionalis
Islam.
Yang sedikit agak melegakan hati umat Islam keputusan Komite
Nasional Indinesia Pusat (KNIP), pengganti PPKI, yang bersidang tanggal 25, 26,
dan 27 November 1945. Komite yang dipimpin oleh Sutan Syahrir, pimpinan utama
Partai Sosialis Indonesia (PSI)itu antara lain , membahas usul agar dalam
Indonesia merdeka ini agar soal-soal keagamaan digarap oleh satu kementerian
tersendiri dan tidak lagi diperlakukan sebagai bagian tanggung jawab
Kementerian Pendidikan. Sedikit banyak, keputusan tentang Kementerian Agama ini
merupakan semacam konsesi kepada kaum Muslimin yang bersifat kompromi, kompromi
antara teori sekuler dan teori Muslim.
Pada tanggal 7 November 1945, Majelis Syura Muslimin
Indonesia(Masyumi)lahir sebagai wadah aspirasi umat islam, 17 Desember 1945
Partai Sosialis yang mengkristalisasikan falsafah hidup Marxis berdiri, dan 29
Januari 1946, Partai Nasional Indonesia(PNI)yang mewadahi cara hidup
nasionalis”sekuler”pun muncul. Partai-partai yang berdiri sesudah itu dapat
dikategorikan menjadi tiga aliran utama ideologi yang terdapat di Indonesia di
atas. Partai-partai Islam setelah mereka selain Masyumi adalah Partai Sarekat
Islam Indonesia(PSII)yang keluar dari Masyumi pada tahun 1947, Persatuan Tarbiyah
Islamiah (Perti), dan Nahdatul Ulama(NU)yang keluar dari Masyumi tahun 1952.
Usaha partai-partai islam untuk menegakkan Islam sebagai
ideologi negara di dalam konstituante mengalami jalan buntu. Demikian juga
dengan pancasila, yang oleh umat islam waktu itu, dipandang sebagai milik
kaum “anti Muslim”, setidak-tidaknya di
dalam konstituante memang, kesempatan untuk menyelesaikan konstituante masih
terluang, namun pekerjaannya diakhiri dengan Dekrit Presiden 1959,konstituante
dinyatakan bubar dan UUD 1945 dinyatakan berlaku kembali. Dalam konsideran
Dekrit itu disebutkan bahwa piagam Jakarta menjiwai dan merupakan suatu rangkaian kesatuan dengan UUD 1945.
Jelas, Dekrit sebenarnya ingin mengambil jalan tenggah. Tapi, tapi Dekrit itu
sendiri yang menandai bermulanya suatu era baru, Demokrasi terpimpin, yang
membawa kehidupan Demokratis terancam dan berada dalam krisis. Masyumi yang
sangat ketat berpegang pada konstitusi, pada bulan Agustus 1960 diperintahkan
Presiden Sukarno bubar.
2.
Masa
Demokrasi Terpimpin
Dengan bubarnya Masyumi, partai islam tinggal NU,PSII, dan
Perti. Partai-partai ini, sebagaimana juga Partai-partai lain, mulai
menyusuiakan diri dengan keinginan Soekarno yang tampaknya mendapat dukungan
dari dua pihak yang bermusuhan, ABRI Dan PKI.
Walaupun partai - partai islam itu melakukan
penyesuiaan-penyesuaian terhadap kebijaksanaan Soekarno, tetapi secara
keseluruhan, peranan partai-partai Islam mengalami kemerosotan. Tak ada jabatan
Menteri berposisi penting yang diserahkan kepada Islam, sebagaimana yang
terjadi pada masa Demokrasi Parlementer.
Di masa Demokrasi terpimpin ini, Soekarno kembali
menyuarakan ide lamanya Nasakom, suatu pemikiran yang ingin menyatukan
nasionalis ”Sekular”, Islam, dan Komunis. Akan tetapi, idenya itu dilaksanakan
dengan caranya sendiri. Masa Demokrasi terpimpin itu berakhir dengan gagalnya
gerakan 30 September PKI tahun 1965, Umat Islam bersama ABRI dan golongan
lainnya bekerjasama menumpas gerakan itu.
3.
Masa
Orde Baru
Setelah
Orde lama hancur, kepemimpinnan berada di tangan Orde Baru. Tumbangnya Orde
Lama yang Umat Islam ikut berperang
besar di dalam menumbangkannya- memberikan harapan baru kepada Kaum Muslimin.
Namun, kekecewaan barupun muncul di masa Orde Baru ini. Umat Islam merasa,
meskipun musuh bebuyutannya, komunis, telah tumbang, kenyataan berkembang tidak
seperti yang di harapkan. Rehabilitasi Masyumi, Partai Islam berpenggaruh yang
dibubarkan Soekarno, tidak diperkenankan. Bahkan,tokoh-tokohnya juga tidak
diizinkan aktif dalam partai Muslimin Indonesia yang didirikan kemudian.
4.
Kebangkitan
Baru Islam Di Masa Orde Baru
Meskipun umat Islam merupakan 87 persen pendududk Indonesia,
ide negara Islam secara terus-menerus dan konsisten di tolak. Bahkan,
partai-partai Islam, kecuali di awal pergerakan nasional, mulai dari masa
penjajahan hingga masa kemerdekaan, selalu mengalami kekalahan. Malah dengan
pembaharuan politik bangsa sekarang ini, partai-partai(berideologi) Islam pun
lenyap.
Untuk merumuskan situasi baru itu sekaligus memasyarakatkan
kebijakan tersebut, beberapa kalangan yang sejak semula tidak melihat
kemungkinan lain, menyelenggarakan forum-forum yang berkenaan dengan aspirasi
politik Islam. Balitbang Agama Depertemen Agama, untuk tujuan yang sama,
menyelennggarakan seminar dengan tema “Peranan Agama dalam Pemantapan ideologi
Negara Pancasila. Kesimpulan dari kegiatan-kegiatan itu tampaknya menyatakan
bahwa aspirasi keagamaan dalam kehidupan politik di Indonesia tetap akan
tersalurkan. Bahkan dengan kebijaksanaan yang dimaksudkan sebagai upaya
modernisasi Politik bangsa itu, Umat Islam, diuntungkan karna dapat melepaskan
diri dari ikatan primodialisme, pindah dari dunianya yang sempit kedunia yang
lebih luas. Banyak pemikiran Islam yang beranggapan, dengan ditariknya Islam
dari level politik, perjuangan kultural dalam pengertian luas menjadi sangat
relevan, bahkan mungkin dianggap justru lebih efektif.
Dalam pada itu, dekade 1970-an, kegiatan Islam semakin
berkembang bila dibandingkan dengan waktu-waktu sebelumnya. Terlihat, ada
tanda-tanda kebangkitan Islam kembali dalam masa Orde Baru ini. Fenomena yang
sangat bisa dilihat adalah munculnya bangunan-bangunan baru Islam;
masjid-masjid, mushola-mushola, madrasah-madrasah, juga pesantren-pesantren.
Disamping itu, sejak dekade 1970-an, banyak bermunculan apa
yang disebut intelektual muda Muslim yang meskipun sering kontroversial,
melontarkan ide-ide segar untuk masa depan umat. Kebanyakan mereka adalah
intelektual muslim berpendidikan “umun”. Yang terakhir ini sangat mungkin
adalah buah dari kegiatan-kegiatan organisasi-organisasi mahasiswa Islam
seperti himpunan mahasiswa Islam (HMI, berdiri tahun 1947) yang cukup dominan
di perguruan tinggi umum, Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII,
organisasi mahasiswa pada mulanya underbow NU), dan Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah(IMM).
Namun, tidak boleh dilupakan Departemen Agama yang dibentuk
sebagai konsesi bagi Umat Islam juga banyak berjasa dalam membentuk dan
mendorong kebangkitan islam tersebut. Empat belas Institut Agama Islam Negeri
(IAIN) induk dengan sekian banyak cabangnya sangat berjasa menyiapkan guru-guru
agama, pendakwah dan mubaligh dalam kuantitas besar. Bahkan, depertemen agama
secara terus menerus mengembangkan dan meningkatkan mutu IAIN tersebut. Belum
lagi, peranan depertemen ini dalam membina madrasah dan pesantren-pesantren
yang ada diseluruh wilayah Nusantara ini.
Di samping itu, organisasi-organisasi Islam terutama
Muhammadiyah dan NU, dua organisasi terbesar di tanah air, terus diperhatikan
oleh setiap kekuatan politik,[7]pada
periode 1980-an terdapat phenomena meningkatnya penerbitan buku-buku agama,
ceramah, seminar ilmiah serta aktifitas keagamaan dikampus perguruan tinggi,
juga padatnya jamaah mesjid, semaraknya pengajian dikantor pemerintah maupun
swasta hingga meriahnya Fashion show dan berbagai peragaan busana muslim
dihotel-hotel berbintang.[8]
Pengalaman di masa lampau jelas mengambarkan bahwa suatu
pemikiran akan berkembang secara fleksibel apabila dia berakar dan mampu
menjawab persoalan-persoalan nyata yang dihadapi masyarakat. Apa yang kita
saksikan sekarang ini merupakan perkembangan wajar dari langkah-langkah yang
sudah ditempuh di masa lalu.[9]
Islam pada hari ini merupakan realitas yang hidup menghadapi
tantangan-tantangan dan problematika yang kompleks, namun tetap lebih
memijakkan kakinya di atas akar tradisi Islam, dan kebenaran-kebenarannya telah
memandu takdirnya sejak turunnya wahyu Alquran lebih dari 14 abad yang lalu.
Pada jantung wahyu inilah berpijaknya doktrin keesaan Allah dan keniscayaan
bagi umat manusia untuk mengikrarkan ajaran tauhid di dunia ini dalam kehidupan
sehari-hari.[10]
Dalam islam modernisasi berarti upaya yang sungguh-sungguh
untuk melakukan re interpetasi terhadap pemahaman, pemikiran dan pendapat
tentang keislaman yang dilakukan oleh pemikiran terdahulu untuk disesuikan dengan
perkembangan zaman dengan demikian yang diperbaharu adalah hasil pemikiran atau
pendapat bukan mempebaharui atau mengubahapa yang terdapat dalam al-quran
maupun hadis, yang diperbaharui adalah hasil pemahaman terhadap al-quran dan
hadis.[11]
III.
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Perkembang Islam pada masa modern ini mempunyai banyak
problema-problema dalam Negeri. Terutama masalah politik. Islam dewasa ini
perkembangannya dipenggaruhi oleh kekuatan politik yang ada, seperti Partai-partai
dan organisasi Islam ( Muhammadiyah dan NU).
Di samping itu, organisasi-organisasi Islam terutama
Muhammadiyah dan NU, dua organisasi terbesar di tanah air, terus diperhatikan
oleh setiapa kekuatan Di samping itu, organisasi-organisasi Islam terutama
Muhammadiyah dan NU, dua organisasi terbesar di tanah air, terus diperhatikan
oleh setiap kekuatan politik. Kebangkitan islam dewasa ini, bagaimanapun akan
mempunyai dampak politik juga. umat islam dengan segala keberaniannya telah
melepaskan suatu wadah politik. Dengan lapang dada, mereka menerima Pancasila
dan berharap dpat mengisinya dengan nilai-nilai agama.
Mereka ingin agar pihak-pihak lain yang selama ini memandang
curiga terhadap “Islam” dapat mempercayai ulama-ulama dan tokoh-tokoh islam
lainnya.
B. PENUTUP
Alhamdulillah,
akhirnya makalah ini bisa diselesaikan atas usaha dan doa yang penulis
panjatkan selama ini. Semoga makalah ini bisa bermanfaat buat penulis khususnya
dan pembaca pada umumnya. Saran dan kritik yang membangun sanantiasa penulis
harapkan guna perbaikan penulisan makalah berikutnya. Amin
DAFTAR
PUSTAKA
Ø Faqih, Aunur Rahim. 1998. Pemikiran DanPeradaban Islam.
Yogyakarta: UII Press
Ø Mansur. 2004. Peradaban Islam DalamLintasan Sejarah. Yogyakarta: Global Pustaka
Utama
Ø Nata, Abuddin. 2001. Peta Keragaman Pemikiran Islam Di Idonesia. Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada
Ø Supriyadai, Dedi. 2008. Sejarah PeradabanIslam. Bandung: CV
Pustaka Setia
Ø Yatim, Badri. 2010. Sejarah PeradabanIslam. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada
Ø Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam, Jakarta: Bulan
Bintang, 1975.
Ø R. Hrair Dekmejian, Islam in Revolution, Syracuse, New York:
Syracuse University Press, 1985
[1]Harun Nasution, Pembaharuan
dalam Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1975), h. 1-25.
[2]R. Hrair Dekmejian, Islam in Revolution, (Syracuse, New
York: Syracuse University Press, 1985). H. 18.
[3] Badri Yatim, Sejarah Peradaban, (Jakarta:PT
RajaGrafindo Pesada,2010), hlm.
[4] Dedi Supriadi, Sejarah Peradaban Islam, (Bandung:CV
Pustaka Setia, 2008), hlm. 45
[6]Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiyah II, (Jakarta:
RajaGrafindo Persada, 2008), h. 263-265.
[7] Badri Yatim, loc
cit.275
[8]Mansur, Peradaban islam dalam lintasan sejarah.(Yokyakarta:Global Pustaka
Utama,2004),hlm.135
[9]Badri Yatim, Loc cit. hlm 275
[10] Aunur Rahim Faqih,Pemikiran islam peradaban islam.
(Yogyakarta:UII,1998), hlm.214
[11] Abdul Nata, Peta Keragaman Pemikiran Islam Di Indonesia, (Jakarta:PT
RajaGrafindo Persada,2001),hlm.155